MANAGEMEN
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI SEKOLAH
Oleh : Rohani, S.
Pd.I
(Program
Pascasarjana UNSIQ Wonosobo)
I.
PENDAHULUAN
Organisasi[2] merupakan wadah di mana
banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi. Organisasi juga terbentuk
karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dicapai. Dari sini setiap
individu atau unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut secara langsung
maupun tidak langsung harus memegang teguh apa yang menjadi pedoman dan prinsip
di dalam organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi
yang digariskan dapat berjalan dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, di dalam
organisasi kerap terjadi konflik. Baik konflik internal maupun konflik
eksternal antar organisasi. Konflik yang terjadi kadang kala terjadi karena
permasalahan yang sangat remeh-temeh. Namun
justru dengan hal yang remeh-temeh itulah, sebuah organisasi dapat bertahan lama atau tidak.
Mekanisme ataupun manajemen konflik yang diambil pun
sangat menentukan posisi organisasi sebagai lembaga yang menjadi payungnya.
Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang diambil sangat memengaruhi keberlangsungan
sebuah organisasi dalam mepertahankan anggota dan segenap komponen di dalamnya[3].
Disinilah
letak pentingnya komunikasi dalam sebuah organisasi. Korelasi
antara komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus
kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi (bentuk komunikasi
apa yang terjadi, metode dan teknik apa yang dipakai, media apa yang dipakai,
dan bagaimana prosesnya, dan faktor apa saja penghambatnya). Tujuan utama dalam
mempelajari komunikasi adalah memperbaiki organisasi. Memperbaiki organisasi
biasanya ditafsirkan sebagai “memperbaiki hal-hal untuk mencapai tujuan manajemen”.
Dengan kata
lain, orang mempelajari komunikasi organisasi untuk menjadi menajer yang lebih baik.
Sebagian penulis berpendapat bahwa manajemen adalah komunikasi[4].
II.
PERMASALAHAN
Sebuah organisasi yang baik adalah organisasi yang bisa melakukan
komunikasi antar anggotanya dengan maksimal.
Tujuan komunikasi dalam
organisasi adalah mutual understanding, dalam arti mencoba mencari
saling sepemahaman antara anggota-anggota dalam organisasi tersebut. Namun tidak semua
organisasi bisa melaksanakan atau melakukan komunikasi dengan apik diantara
para anggotanya, beberapa kendala yang sering terjadi dalam komunikasi pada
sebuah organisasi adalah sikap ego yang tinggi antar personal, kurangnya
kesepemahaman, kurangnya akses informasi, ketidaksamaan cara pandang dalam
memecahkan masalah dan seterusnya. Beberapa permasalahan inilah yang akan coba
Penulis ungkap dalam makalah ini.
III.
PEMBAHASAN
Lingkup kajian
komunikasi organisasi adalah komunikasi organisasi yang terjadi dalam suatu
organisasi, bersifat formal dan informal dan berlangsung dalam suatu jaringan. Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan
penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Termasuk dalam bidang ini
adalah : komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola,
komunikasi dari atasan ke bawahan atau sebaliknya dari bawahan kepada atasan,
komunikasi horisontal, ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan,
menulis dan komunikasi evaluasi program.
A.
Pengertian Komunikasi Organisasi
Secara sederhana komunikasi
diartikan sebagai kegiatan tukar menukar informasi atau pesan atau berita
antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dengan maksud untuk mencapai
tujuan bersama. Secara umum, komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian
pesan dari pihak pengirim (baca: komunikator) kepada pihak penerima
(baca: komunikan). Sumartono[5] mengemukakan bahwa komunikasi
sesungguhnya merupakan transaksi pesan atau informasi. Oleh karena itu
komunikasi ada di mana-mana, dibutuhkan oleh setiap orang, dan bahkan
berlangsung setiap saat.
Dengan demikian dalam proses
komunikasi tentu saja bukan sebatas pengiriman ataupun penerimaan pesan,
melainkan mempunyai makna esensial yang lebih mendalam. Inti kegiatan
komunikasi adalah tercapainya mutual understanding (kesamaan pemahaman)
atas isi pesan yang disampaikan. Dalam proses komunikasi terdapat lima unsur
yang mutlak harus dipenuhi. Kelima unsur komunikasi ini merupakan kesatuan yang
utuh dan bulat, bila
salah satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Jadi setiap
unsur dalam komunikasi itu mempunyai hubungan yang sangat erat serta saling
ketergantungan satu dengan lainnya. Artinya keberhasilan komunikasi ditentukan
oleh semua unsur tersebut.
Kelima unsur komunikasi itu
adalah: (1) Komunikator (sender), yaitu orang yang menyampaikan
informasi, ide, pesan, gagasan (sumber berita). (2) Komunikan (receive),
yaitu orang yang menerima berita atau pesan. (3) Pesan (message) adalah
ide atau gagasan yang akan disampaikan kepada komunikan, yang penyampaiannya
siubah menjadi lambang-lambang. (4) Media (channnel), yaitu alat atau
sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan ide atau gagasan. (5) Tanggapan (respon),
yaitu umpan balik (feed back) dari komunikan kepada komunikator.
Berdasarkan telaah tentang
pengertian komunikasi sebagaimana diungkapkan di atas, selanjutnya kita dapat
menyebutkan pengertian tentang komunikasi organisasi. Devito menyatakan komunikasi organisasi
merupakan pengiriman dan penerimaan pesan baik dalam organisasi di dalam
kelompok formal maupun kelompok informal organisasi. Jadi, komunikasi
organisasi dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi antara orang-orang
yang berada di dalam organisasi itu sendiri, juga di antara orang-orang yang
berada di dalam organisasi dengan publik luar, dengan maksud untuk mencapai
suatu tujuan[6].
Katz dan Kahn mengatakan bahwa
komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi, dan pemindahan
arti di dalam suatu organisasi[7].
Menurut Pace dan Faules[8] terdapat
dua perspektif utama yang akan mempengaruhi bagaimana komunikasi organisasi
didefinisikan, yaitu: 1) perspektif objektif, dan 2) perspektif subjektif.
Perspektif objektif menekankan definisi
komunikasi organisasi sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara
unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.
Fokusnya adalah penanganan pesan, yakni menerima, menafsirkan, dan bertindak
berdasarkan informasi dalam suatu peristiwa komunikasi organisasi. Disini,
komunikasi dipandang sebagai alat untuk merekayasa atau mengkonstruksi
organisasi yang memungkinkan individu (anggota organisasi) beradaptasi dengan
lingkungan organisasi. Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi
berperilaku akan dipengaruhi oleh informasi yang diterimanya. Perspektif subjektif mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai
proses penciptaan makna atas interaksi diantara unit-unit organisasi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah
organisasi. Fokusnya adalah bagaimana individu anggota organisasi bertransaksi
dan kemudian memberi makna terhadap peristiwa komunikasi yang terjadi. Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi
berperilaku akan bergantung kepada makna informasi itu bagi mereka.
Dengan demikian, definisi komunikasi organisasi baik dilihat dari
perspektif objektif maupun perspektif subjektif adalah sebagai proses
penciptaan dan penafsiran informasi diantara unit-unit komunikasi sebagai
bagian dari suatu organisasi secara keseluruhan. Dalam konteks ini, komunikasi organisasi dipandang sebagai proses
mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi di antara
unit-unit organisasi yang memungkinkan sistem komunikasi organisasi berfungsi
secara efektif.
Perbedaannya terletak pada
fungsi yang dimainkan oleh proses komunikasi organisasi itu sendiri bagi
individu yang terlibat dalam peristiwa komunikasi organisasi. Perspektif
objektif, fokusnya kepada bagaimana unit-unit komunikasi dalam organisasi
menciptakan, menafsirkan, dan bertindak atas dasar informasi yang diterimanya
dalam suatu konteks tertentu. Hal ini,
mengandung arti, bahwa komunikasi dipandang sebagai alat yang memungkinkan para
anggota organisasi beradaptasi dengan organisasi. Sedangkan perspektif
subjektif, fokusnya kepada bagaimana unit-unit komunikasi itu bertransaksi dan
menciptakan makna dalam suatu peristiwa komunikasi organisasi dan bagaimana
mereka bertindak atas dasar pemaknaannya sendiri terhadap informasi yang
diterimanya. Hal ini, mengandung arti,
bahwa komunikasi organisasi tidak eksis sampai ia diciptakan dan ditafsirkan
oleh para anggota organisasi. Dengan demikian dapat penulis jelaskan bahwa:
(1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang
dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan
dan arusnya, tujuannya, arah dan media. (3) Komunikasi organisasi meliputi
orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilan/skilnya.
B.
Aspek-aspek Komunikasi dalam Organisasi
Pace dan Faules mengatakan
komunikasi organisasi meliputi aspek-aspek, yaitu: Pertama, Peristiwa
komunikasi, berkaitan dengan seberapa jauh informasi diciptakan, ditampilkan,
dan disebarkan ke seluruh bagian dalam organisasi. Dalam konteks komunikasi organisasi mengolah
dan memproses informasi tersebut ada lima faktor penting yang harus diperhatikan
agar organisasi berjalan efektif. Kelima faktor tersebut, yaitu (1) kualitas
media informasi, (2) aksesibilitas informasi, (3) penyebaran informasi, (4)
beban informasi, dan (5) ketepatan informasi[9].
Kualitas media informasi
berkaitan dengan penerbitan, petunjuk tertulis, laporan, surat elektronik (e-mail), facee
book, website,
video conferencing, voice messaging, faksimil, papan buletin komputer, dan media
lainnya yang dipergunakan dalam organisasi. Jika faktor-faktor tersebut dinilai menarik, tepat, efisien, dan dapat
dipercaya, lazimnya para pegawai cenderung menyatakan kebanggaannya dalam
bentuk kualitas output organisasi. Aksesibilitas informasi berkaitan dengan
seberapa jauh informasi tersedia bagi para anggota organisasi dari berbagai
sumber dalam organisasi. Sumber-sumber informasi dalam organisasi yang dimaksud
adalah seperti rekan sekerja, bawahan, pimpinan
langsung atau tidak langsung, selentingan (grapevine) penyelia langsung,
dan juga dari informasi tertulis.
Penyebaran informasi
berkaitan dengan seberapa jauh informasi disebarkan keseluruh bagian dalam organisasi dan bagaimana pula menerima informasi dari seluruh
bagian organisasi. Montana (sebagaimana dikutip oleh Purwanto) mengemukakan bagi organisasi yang
berskala kecil yang hanya memiliki beberapa pegawai, maka penyampaian informasi
dapat dilakukan secara langsung kepada para pegawainya, tetapi bagi organisasi
yang berskala besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan pegawai, maka
penyampaian informasi kepada mereka merupakan suatu pekerjaan yang cukup rumit
yang pada pelaksanaannya akan membentuk suatu pola yang disebut pola komunikasi
(patterns of communications). Pola komunikasi ini dapat dibedakan ke
dalam saluran komunikasi formal (formal communications channel) dan
saluran komunikasi non formal (informal communications channel). Dalam
kaitannya dengan proses penyampaian informasi dari pimpinan kepada bawahan,
maka pola transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke
bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal, dan komunikasi
diagonal[10].
Beban Informasi, menurut Pace dan Faules beban informasi
berkaitan dengan seberapa jauh para anggota organisasi merasa bahwa mereka
menerima informasi lebih banyak atau kurang daripada yang dapat mereka tangani
atau yang mereka perlukan agar dapat berfungsi secara efektif[11]. Ketepatan
Informasi berkaitan dengan
seberapa jauh informasi yang diketahui
anggota organisasi tentang suatu informasi tertentu dibandingkan dengan jumlah
informasi sesungguhnya di dalam suatu informasi. Ketepatan informasi (information fidelity)
dalam komunikasi organisasi berkaitan dengan kecermatan. Artinya, sejauhmana para anggota organisasi
memahami jumlah informasi yang didistribusikan kepada mereka sesuai dengan
jumlah informasi yang sesungguhnya ada dalam pesan tertentu.
Kedua. Iklim Komunikasi Organisasi. Iklim komunikasi
organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan
pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan,
disepakati, dikembangkan, dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui
interaksi dengan anggota organisasi lainnya. Dalam melakukan
interaksi, pimpinan organisasi sebagai seorang komunikator harus dapat memilih
metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu
komunikasi dilancarkan sehingga tercapai kepuasan atas komunikasi atau tercipta
iklim komunikasi organisasi yang menyenangkan. Iklim komunikasi merupakan citra makro bagi organisasi.
Ketiga. Kepuasan Komunikasi Organisasi. Istilah
kepuasan komunikasi digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat kepuasan
yang dirasakan pegawai dalam lingkungan total komunikasinya. Ada delapan dimensi kepuasan
komunikasi yaitu sebagai berikut; (1) Sejauhmana komunikasi dalam organisasi memotivasi dan
merangsang para pegawai untuk memenuhi tujuan organisasi dan untuk berpihak
kepada organisasi. (2) Sejauhmana para penyelia terbuka pada gagasan, mau
mendengarkan dan menawarkan bimbingan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan pekerjaan. (3) Sejauhmana pra individu menerima informasi
tentang lingkungan kerja saat itu. (4) Sejauhmana pertemuan-pertemuan diatur
dengan baik, pengarahan tertulis singkat dan jelas, dan jumlah komunikasi,
dalam organisasi cukup. (5) sejauhmana terjadinya desas-desus dan komunikasi
horizontal yang cermat dan mengalir bebas. (6) Sejauhmana informasi tentang
organisasi sebagai suatu keseluruhan memadai. (7) Sejauhmana para bawahan
responsif terhadap komunikasi ke bawah dan memperkirakan kebutuhan penyelia. (8)
Sejauhmana pegawai merasa bahwa mereka mengetahui bagaimana mereka dinilai dan
bagaimana kinerja mereka dihargai.
C.
Proses Komunikasi dalam Organisasi
Pada umumnya, setiap
peristiwa/proses komunikasi diharapkan dapat berjalan dengan baik, informasi
yang disampaikan dapat diterima dengan tepat waktu, agar pihak penerima
informasi dapat dengan segera memberikan respon terhadap isi berita yang
diterimanya. Namun kenyataannya tidak selalu demikian, kadang-kadang tidak
lancar. Timbul gangguan-gangguan (noise), baik berupa gangguan
lingkungan, gangguan fisik, gangguan bahasa, maupun gangguan-gangguan lainnya
yang mungkin disebabkan oleh
perbedaan latar belakang pihak pengirim dan penerima, sehingga dapat mengurangi
keakuratan atau ketepatan pesan yang disampaikan.
Dari adanya gangguan-gangguan tersebut di atas, akan menimbulkan hal-hal
sebagai berikut: 1). berita yang
dikomunikasikan tidak sampai atau terlambat sampai ketujuan. 2). berita yang
dikomunikasikan tidak dipahami oleh pihak penerima. 3). penerima salah
menafsirkan, dan akibat dari salah menafsirkan akan menyebabkan sipenerima
salah dalam mengambil keputusan. 4). berita tidak ditanggapi sebagai mana
mestinya, atau bahkan tidak ditanggapi sama sekali.
Untuk menghindarkan dari gangguan-gangguan tersebut, baik pengirim maupun
penerima informasi pada akhirnya harus memahami tanggung jawabnya
masing-masing. Diantaranya
yang merupakan tanggung jawab utama dari seorang pengirim/komunikator adalah:
(1) mengirim pesan dengan jelas. (2) memilih channel/saluran/media yang cocok
untuk mengirim pesan. (3) Meminta kejelasan bahwa pesan telah diterima dengan
baik. Selain dari itu komunikator dalam
menyampaikan berita harus memperhatikan dengan siapa dan kepada siapa ia
berkomunikasi atau kepada siapa berita akan disampaikan. Dan penyampaian berita
harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan pihak penerima.
Selanjutnya tanggung jawab
dari penerima informasi/komunikan, antara lain: (a) berkonsentarasi pada pesan
untuk mengerti dengan baik dan benar akan pesan yang diterima. (b) Memberikan
umpan balik kepada pengirim untuk memastikan pembicaraan/pengirim bahwa pesan
telah diterima dan dimengerti. Ini sangat penting terutama pada pesan yang
dikirim secara lisan. Dengan diterimanya umpan balik dari pihak komunikan, maka
akan terjadi komunikasi dua arah (two ways traffic atau two ways flow
communication). Apabila antara pengirim berita dengan penerima berita
mempunyai pengalaman yang sama, maka komunikasi dapat berjalan dengan lancar.
D. Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang berhasil
mampu menjawab peluang dan bahkan memprediksi apa yang bakal terjadi di masa
yang akan datang. Keberhasilan komunikasi mencerminkan adanya kecerdasan
komunikasi. Kecerdasan komunikasi harus dilandasi oleh konsep AKAR. Dalam
konsep AKAR[12],
ada empat komponen penting yang akan membentuk kecerdasan komunikasi, yaitu: 1). Analisis kekuatan diri: yaitu dengan memahami karakter pribadi
dan mengenal potensi internal. 2). Kontrol emosi: yaitu dengan mengendalikan perasaan dan suasana
hati ketika sedang berkomunikasi. Kemampuan mengontrol emosi merupakan bagian
penting dalam membentuk kecerdasan emosi (emotional quotient), 3). Aktif: yaitu dengan menampilkan kreativitas dan berpartisipasi
dinamis dalam berbagai aktivitas. 4). Refreshing: yaitu dengan melakukan upaya pemulihan stamina agar
kita tetap memiliki keseimbangan dalam menghadapi persoalan kehidupan. Ada tiga
macam refreshing, yaitu: fisik (untuk kebugaran tubuh), mental (untuk
kestabilan psikologis), dan iman (untuk membersihkan diri dari perbuatan dosa).
Dalam proses komunikasi yang
cerdas senantiasa terjadi dialog, yang kemudian akan menghasilkan respons, baik
dalam bentuk respons langsung (melalui dialog interaktif) maupun respons
tertunda (dialog tidak langsung). Melalui dialog interaktif, aspirasi kedua
belah pihak dapat disampaikan secara langsung, adil, dan proporsional, sehingga
dicapai situasi di mana masing-masing pihak bisa saling memahami.
Jalaluddin Rakhmat mengutip pendapat Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss
menunjukkan indikator komunikasi efektif, yaitu paling tidak menimbulkan lima
hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan
tindakan[13]. Berikut ini beberapa
strategi komunikasi efektif yang dapat dikembangkan dalam proses komunikasi.
1.
Kembangkanlah iklim
komunikasi yang interaktif dan dinamis dengan memberikan perhatian menyebar ke
seluruh anggota organisasi secara proporsional, tidak difokuskan pada
pegawai/unit tertentu: Berikanlah contoh yang baik dalam menyampaikan pesan,
karena suatu saat perlakuan buruk yang diberikan pada orang lain akan berbalik
pada diri kita sendiri, menjadi bumerang.
2.
Berusahalah untuk
bersikap adil. Seorang pimpinan yang selalu mencemooh pegawai yang terlambat
akan mendapat cemoohan dari para bawahannya tatkala suatu saat pimpinannya
datang terlambat. Ocehan
ketidakpuasan dan kekecewaan akan keluar dari emosi bawahan yang merasakan
adanya ketidakadilan perlakuan.
3.
Kenalilah karakter
dan potensi pegawai secara klasikal maupun individual. Misalnya menyangkut
kemampuan intelektual, perilaku, wawasan, teman dekat atau kelompoknya,
pengalaman, dan latar belakang keluarganya (sosial ekonomi, budaya,
pendidikan).
4.
Tunjukkanlah sikap empati, tidak a priori. Empati adalah
kecerdasan kita dalam menemukan persamaan yang dimiliki orang lain dengan diri
kita[14].
5.
Laksanakanlah manajemen komunikasi secara fungsional. Buatlah
rencana dan persiapan kerja dengan matang, yaitu: menyangkut penetapan tujuan,
pemilihan media, perumusan pesan, dan strategi penyampaian. Organisasikan rencana
tersebut secara profesional dan proporsional, kemudian laksanakan sesuai
scenario, gunakan strategi
yang mengarah pada problem solving method. Selanjutnya, lakukanlah
pengawasan dengan bijak namun tegas, serta evaluasi yang transparan.
E.
Komunikasi dalam
Konflik
Setiap kelompok dalam satu
organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya,
memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi pendidikan terjadi kelompok interaksi, baik antara
kelompok guru dengan guru, guru dengan murid, guru dengan wali murid/
masyarakat, guru dengan Kepala Sekolah, maupun dengan lainnya yang mana
situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik.
Konflik merupakan situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau
perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi. Atau
dengan kata lain konflik adalah sikap
saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang
memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan
sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama[15].
Konflik sangat erat
kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,
tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban
kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya
kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan
kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja
organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang
disengaja maupun tidak disengaja[16].
a.
Jenis-Jenis Konflik dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan
oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru,
persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam
kepribadian individu, berikut jenis-jenis konflik dalam sebuah organisasi:
1.
Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok,
pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan
prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan.
2.
Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak
simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality
clashes).
b.
Aspek Positif dalam Konflik
Konflik bisa jadi merupakan
sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik.
Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan, membantu setiap orang untuk saling
memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka, memberikan saluran baru untuk komunikasi, menumbuhkan semangat baru pada staf, memberikan kesempatan untuk menyalurkan
emosi, menghasilkan
distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat
berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara
perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan,
apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa
demonstrasi[17].
c.
Tekhnik atau Keahlian untuk Mengelola
Konflik
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada konflik itu sendiri, karakteristik
orang-orang yang terlibat di dalamnya, keahlian individu yang terlibat dalam
penyelesaian konflik, pentingnya isu yang menimbulkan konflik, dan ketersediaan
waktu dan tenaga.
Karenanya para ahli managemen menyimpulkan beberapa strategi dalam menghadapi
konfilik, strategitersebut adalah:
1.
Menghindar. Menghindari
konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu
penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran
merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk
menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat
menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk
memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi.
2.
Mengakomodasi. Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi
pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal
ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat
mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat
yang pertama.
3.
Kompetisi. Gunakan
metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan
keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi
bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4.
Kompromi atau Negosiasi. Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua
pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5.
Memecahkan Masalah
atau Kolaborasi; Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat
mempunyai tujuan kerja yang sama atau perlu adanya satu komitmen dari semua
pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama
lainnya.
IV.
PENUTUP: SEBUAH
CONTOH KASUS
Ketika seorang guru sedang
berada di kelas, salah tugas utamanya adalah mengajar berdasarkan skenario pembelajaran yang
telah disusun guru, ditetapkan sejumlah kegiatan siswa dan guru untuk mencapai
tujuan belajar, sesuai dengan lingkup materi pelajaran yang akan diajarkan.
Misalnya, Kegiatan siswa: mencari informasi, mengamati berbagai fenomena
bermasalah dalam kehidupan nyata, merumuskan masalah, berdiskusi dengan sesama
siswa, mencari pemecahan masalah, melatih keterampilan tertentu, memberikan
jawaban atas pertanyaan guru, mengerjakan tugas, mengajukan pertanyaan ataupun
pendapat, dan menyimak penuturan guru. Kegiatan guru: merangsang rasa ingin
tahu siswa, memberikan penjelasan, meluruskan argumentasi siswa, memperbaiki
kekeliruan persepsi siswa, mendemonstrasikan keterampilan tertentu, memberi
penugasan, menjawab pertanyaan siswa, mengajukan sejumlah pertanyaan, dan
menyimak respons siswa.
Sehubungan dengan hal
itu, di dalam skenario pembelajaran guru harus merancang strategi pembelajaran
yang tepat, menyediakan media belajar yang diperlukan, menggunakan berbagai
sumber belajar yang relevan, dan menciptakan situasi yang mendukung bagi
terselenggaranya proses interaksi belajar-mengajar. Dengan kata lain, selama
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, terjadilah proses komunikasi yang
interaktif antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa.
Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas utama dalam
kegiatan pembelajaran sesungguhnya adalah proses komunikasi, yaitu penyampaian
pesan-pesan dari guru kepada siswa serta respons siswa atas berbagai stimulus yang
diberikan guru. Atau bisa
juga sebaliknya, yaitu siswa menyampaikan harapan dan keingintahuan tentang
berbagai hal kepada guru, dan guru memberikan respons atas pertanyaan siswa. Di
sini terjadilah interaksi timbal balik di antara kedua belah pihak. Isi pesan
yang disampaikan dalam proses pembelajaran bisa berkenaan dengan substansi mata
pelajaran, pesan moral untuk mengubah perilaku, bidang keterampilan yang
menunjang kompetensi, nasihat-nasihat yang bersifat mendidik, harapan siswa,
ilmu atau pengetahuan lainnya yang dapat membekali kecakapan hidup siswa, dan
sebagainya.
Esensi keberhasilan guru
mengajar dapat dilihat dari keberhasilan siswa belajar. Hal ini berarti bahwa
proses belajar mengajar dinilai berhasil apabila siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru jangan hanya berusaha mengejar target
kurikulum, tetapi juga harus memantau pencapaian tingkat penguasaan siswa atas
setiap kompetensi yang diinginkan, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Oleh karena itu, alur
komunikasi pembelajaran harus berlangsung multi arah, sehingga masing-masing
pihak yang berkomunikasi dapat saling menilai atas keberhasilannya. Wallahu
A’lam bis Shawab
0 komentar:
Post a Comment