Home » » MAKALAH; MANAGEMEN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI SEKOLAH

MAKALAH; MANAGEMEN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI SEKOLAH

Written By Iwan budiyanto on Tuesday 17 February 2015 | 10:33

 MANAGEMEN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI SEKOLAH
Oleh : Rohani, S. Pd.I
(Program Pascasarjana UNSIQ Wonosobo)

I.         PENDAHULUAN
Organisasi[2] merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi. Organisasi juga terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dicapai. Dari sini setiap individu atau unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus memegang teguh apa yang menjadi pedoman dan prinsip di dalam organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang digariskan dapat berjalan dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi kerap terjadi konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi. Konflik yang terjadi kadang kala terjadi karena permasalahan yang sangat remeh-temeh. Namun justru dengan hal yang remeh-temeh itulah, sebuah organisasi dapat bertahan lama atau tidak. Mekanisme ataupun manajemen konflik yang diambil pun sangat menentukan posisi organisasi sebagai lembaga yang menjadi payungnya. Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang diambil sangat memengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam mepertahankan anggota dan segenap komponen di dalamnya[3].
Disinilah letak pentingnya komunikasi dalam sebuah organisasi. Korelasi antara komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi (bentuk komunikasi apa yang terjadi, metode dan teknik apa yang dipakai, media apa yang dipakai, dan bagaimana prosesnya, dan faktor apa saja penghambatnya). Tujuan utama dalam mempelajari komunikasi adalah memperbaiki organisasi. Memperbaiki organisasi biasanya ditafsirkan sebagai “memperbaiki hal-hal untuk mencapai tujuan manajemen”. Dengan kata lain, orang mempelajari komunikasi organisasi untuk menjadi menajer yang lebih baik. Sebagian penulis berpendapat bahwa manajemen adalah komunikasi[4].

II.           PERMASALAHAN
Sebuah organisasi yang baik adalah organisasi yang bisa melakukan komunikasi antar anggotanya dengan maksimal.  Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah mutual understanding, dalam arti mencoba mencari saling sepemahaman antara anggota-anggota dalam organisasi tersebut. Namun tidak semua organisasi bisa melaksanakan atau melakukan komunikasi dengan apik diantara para anggotanya, beberapa kendala yang sering terjadi dalam komunikasi pada sebuah organisasi adalah sikap ego yang tinggi antar personal, kurangnya kesepemahaman, kurangnya akses informasi, ketidaksamaan cara pandang dalam memecahkan masalah dan seterusnya. Beberapa permasalahan inilah yang akan coba Penulis ungkap dalam makalah ini.

III.        PEMBAHASAN
Lingkup kajian komunikasi organisasi adalah komunikasi organisasi yang terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan informal dan berlangsung dalam suatu jaringan. Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Termasuk dalam bidang ini adalah : komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan ke bawahan atau sebaliknya dari bawahan kepada atasan, komunikasi horisontal, ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program.
A.  Pengertian Komunikasi Organisasi
Secara sederhana komunikasi diartikan sebagai kegiatan tukar menukar informasi atau pesan atau berita antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama. Secara umum, komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari pihak pengirim (baca: komunikator) kepada pihak penerima (baca: komunikan). Sumartono[5] mengemukakan bahwa komunikasi sesungguhnya merupakan transaksi pesan atau informasi. Oleh karena itu komunikasi ada di mana-mana, dibutuhkan oleh setiap orang, dan bahkan berlangsung setiap saat.
Dengan demikian dalam proses komunikasi tentu saja bukan sebatas pengiriman ataupun penerimaan pesan, melainkan mempunyai makna esensial yang lebih mendalam. Inti kegiatan komunikasi adalah tercapainya mutual understanding (kesamaan pemahaman) atas isi pesan yang disampaikan. Dalam proses komunikasi terdapat lima unsur yang mutlak harus dipenuhi. Kelima unsur komunikasi ini merupakan kesatuan yang utuh dan bulat, bila salah satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Jadi setiap unsur dalam komunikasi itu mempunyai hubungan yang sangat erat serta saling ketergantungan satu dengan lainnya. Artinya keberhasilan komunikasi ditentukan oleh semua unsur tersebut.
Kelima unsur komunikasi itu adalah: (1) Komunikator (sender), yaitu orang yang menyampaikan informasi, ide, pesan, gagasan (sumber berita). (2) Komunikan (receive), yaitu orang yang menerima berita atau pesan. (3) Pesan (message) adalah ide atau gagasan yang akan disampaikan kepada komunikan, yang penyampaiannya siubah menjadi lambang-lambang. (4) Media (channnel), yaitu alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan ide atau gagasan. (5) Tanggapan (respon), yaitu umpan balik (feed back) dari komunikan kepada komunikator.
Berdasarkan telaah tentang pengertian komunikasi sebagaimana diungkapkan di atas, selanjutnya kita dapat menyebutkan pengertian tentang komunikasi organisasi. Devito menyatakan komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan baik dalam organisasi di dalam kelompok formal maupun kelompok informal organisasi. Jadi, komunikasi organisasi dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berada di dalam organisasi itu sendiri, juga di antara orang-orang yang berada di dalam organisasi dengan publik luar, dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan[6]. Katz dan Kahn mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi, dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi[7].
Menurut Pace dan Faules[8] terdapat dua perspektif utama yang akan mempengaruhi bagaimana komunikasi organisasi didefinisikan, yaitu: 1) perspektif objektif, dan 2) perspektif subjektif. Perspektif  objektif menekankan definisi komunikasi organisasi sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Fokusnya adalah penanganan pesan, yakni menerima, menafsirkan, dan bertindak berdasarkan informasi dalam suatu peristiwa komunikasi organisasi. Disini, komunikasi dipandang sebagai alat untuk merekayasa atau mengkonstruksi organisasi yang memungkinkan individu (anggota organisasi) beradaptasi dengan lingkungan organisasi. Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi berperilaku akan dipengaruhi oleh informasi yang diterimanya. Perspektif subjektif   mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi diantara unit-unit organisasi  yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Fokusnya adalah bagaimana individu anggota organisasi bertransaksi dan kemudian memberi makna terhadap peristiwa komunikasi yang terjadi.  Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi berperilaku akan bergantung kepada makna informasi itu bagi mereka.
Dengan demikian, definisi komunikasi organisasi baik dilihat dari perspektif objektif maupun perspektif subjektif adalah sebagai proses penciptaan dan penafsiran informasi diantara unit-unit komunikasi sebagai bagian dari suatu organisasi secara keseluruhan. Dalam konteks ini, komunikasi organisasi dipandang sebagai proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi di antara unit-unit organisasi yang memungkinkan sistem komunikasi organisasi berfungsi secara efektif.
Perbedaannya terletak pada fungsi yang dimainkan oleh proses komunikasi organisasi itu sendiri bagi individu yang terlibat dalam peristiwa komunikasi organisasi. Perspektif objektif, fokusnya kepada bagaimana unit-unit komunikasi dalam organisasi menciptakan, menafsirkan, dan bertindak atas dasar informasi yang diterimanya dalam suatu konteks tertentu.  Hal ini, mengandung arti, bahwa komunikasi dipandang sebagai alat yang memungkinkan para anggota organisasi beradaptasi dengan organisasi. Sedangkan perspektif subjektif, fokusnya kepada bagaimana unit-unit komunikasi itu bertransaksi dan menciptakan makna dalam suatu peristiwa komunikasi organisasi dan bagaimana mereka bertindak atas dasar pemaknaannya sendiri terhadap informasi yang diterimanya.  Hal ini, mengandung arti, bahwa komunikasi organisasi tidak eksis sampai ia diciptakan dan ditafsirkan oleh para anggota organisasi. Dengan demikian dapat penulis jelaskan bahwa: (1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuannya, arah dan media. (3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilan/skilnya.

B.       Aspek-aspek Komunikasi dalam Organisasi
Pace dan Faules mengatakan komunikasi organisasi meliputi aspek-aspek, yaitu: Pertama, Peristiwa komunikasi, berkaitan dengan seberapa jauh informasi diciptakan, ditampilkan, dan disebarkan ke seluruh bagian dalam organisasi.  Dalam konteks komunikasi organisasi mengolah dan memproses informasi tersebut ada lima faktor penting yang harus diperhatikan agar organisasi berjalan efektif. Kelima faktor tersebut, yaitu (1) kualitas media informasi, (2) aksesibilitas informasi, (3) penyebaran informasi, (4) beban informasi, dan (5) ketepatan informasi[9].
Kualitas media informasi berkaitan dengan penerbitan, petunjuk tertulis, laporan, surat elektronik (e-mail), facee book, website, video conferencing, voice messaging, faksimil, papan buletin komputer, dan media lainnya yang dipergunakan dalam organisasi. Jika faktor-faktor tersebut  dinilai menarik, tepat, efisien, dan dapat dipercaya, lazimnya para pegawai cenderung menyatakan kebanggaannya dalam bentuk kualitas output organisasi. Aksesibilitas informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi tersedia bagi para anggota organisasi dari berbagai sumber dalam organisasi. Sumber-sumber informasi dalam organisasi yang dimaksud adalah  seperti rekan sekerja, bawahan, pimpinan langsung atau tidak langsung, selentingan (grapevine) penyelia langsung, dan juga dari informasi tertulis.
Penyebaran informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi disebarkan  keseluruh bagian  dalam organisasi  dan bagaimana pula menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Montana (sebagaimana dikutip oleh Purwanto) mengemukakan bagi organisasi yang berskala kecil yang hanya memiliki beberapa pegawai, maka penyampaian informasi dapat dilakukan secara langsung kepada para pegawainya, tetapi bagi organisasi yang berskala besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan pegawai, maka penyampaian informasi kepada mereka merupakan suatu pekerjaan yang cukup rumit yang pada pelaksanaannya akan membentuk suatu pola yang disebut pola komunikasi (patterns of communications). Pola komunikasi ini dapat dibedakan ke dalam saluran komunikasi formal (formal communications channel) dan saluran komunikasi non formal (informal communications channel). Dalam kaitannya dengan proses penyampaian informasi dari pimpinan kepada bawahan, maka pola transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal, dan komunikasi diagonal[10].
Beban Informasi, menurut Pace dan Faules beban informasi berkaitan dengan seberapa jauh para anggota organisasi merasa bahwa mereka menerima informasi lebih banyak atau kurang daripada yang dapat mereka tangani atau yang mereka perlukan agar dapat berfungsi secara efektif[11]. Ketepatan Informasi berkaitan dengan seberapa jauh  informasi yang diketahui anggota organisasi tentang suatu informasi tertentu dibandingkan dengan jumlah informasi sesungguhnya di dalam suatu informasi.   Ketepatan informasi (information fidelity) dalam komunikasi organisasi berkaitan dengan kecermatan.  Artinya, sejauhmana para anggota organisasi memahami jumlah informasi yang didistribusikan kepada mereka sesuai dengan jumlah informasi yang sesungguhnya ada dalam pesan tertentu.
Kedua. Iklim Komunikasi Organisasi. Iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan, disepakati, dikembangkan, dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui interaksi dengan anggota organisasi lainnya. Dalam melakukan interaksi, pimpinan organisasi sebagai seorang komunikator harus dapat memilih metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu komunikasi dilancarkan sehingga tercapai kepuasan atas komunikasi atau tercipta iklim komunikasi organisasi yang menyenangkan. Iklim komunikasi merupakan citra makro bagi organisasi.
Ketiga. Kepuasan Komunikasi Organisasi. Istilah kepuasan komunikasi digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat kepuasan yang dirasakan pegawai dalam lingkungan total komunikasinya.  Ada  delapan dimensi kepuasan komunikasi yaitu sebagai berikut; (1) Sejauhmana komunikasi dalam organisasi memotivasi dan merangsang para pegawai untuk memenuhi tujuan organisasi dan untuk berpihak kepada organisasi. (2) Sejauhmana para penyelia terbuka pada gagasan, mau mendengarkan dan menawarkan bimbingan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan. (3) Sejauhmana pra individu menerima informasi tentang lingkungan kerja saat itu. (4) Sejauhmana pertemuan-pertemuan diatur dengan baik, pengarahan tertulis singkat dan jelas, dan jumlah komunikasi, dalam organisasi cukup. (5) sejauhmana terjadinya desas-desus dan komunikasi horizontal yang cermat dan mengalir bebas. (6) Sejauhmana informasi tentang organisasi sebagai suatu keseluruhan memadai. (7) Sejauhmana para bawahan responsif terhadap komunikasi ke bawah dan memperkirakan kebutuhan penyelia. (8) Sejauhmana pegawai merasa bahwa mereka mengetahui bagaimana mereka dinilai dan bagaimana kinerja mereka dihargai.

C.            Proses Komunikasi dalam Organisasi
Pada umumnya, setiap peristiwa/proses komunikasi diharapkan dapat berjalan dengan baik, informasi yang disampaikan dapat diterima dengan tepat waktu, agar pihak penerima informasi dapat dengan segera memberikan respon terhadap isi berita yang diterimanya. Namun kenyataannya tidak selalu demikian, kadang-kadang tidak lancar. Timbul gangguan-gangguan (noise), baik berupa gangguan lingkungan, gangguan fisik, gangguan bahasa, maupun gangguan-gangguan lainnya yang mungkin disebabkan oleh perbedaan latar belakang pihak pengirim dan penerima, sehingga dapat mengurangi keakuratan atau ketepatan pesan yang disampaikan.
Dari adanya gangguan-gangguan tersebut di atas, akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:   1). berita yang dikomunikasikan tidak sampai atau terlambat sampai ketujuan. 2). berita yang dikomunikasikan tidak dipahami oleh pihak penerima. 3). penerima salah menafsirkan, dan akibat dari salah menafsirkan akan menyebabkan sipenerima salah dalam mengambil keputusan. 4). berita tidak ditanggapi sebagai mana mestinya, atau bahkan tidak ditanggapi sama sekali.
Untuk menghindarkan dari gangguan-gangguan tersebut, baik pengirim maupun penerima informasi pada akhirnya harus memahami tanggung jawabnya masing-masing. Diantaranya yang merupakan tanggung jawab utama dari seorang pengirim/komunikator adalah: (1) mengirim pesan dengan jelas. (2) memilih channel/saluran/media yang cocok untuk mengirim pesan. (3) Meminta kejelasan bahwa pesan telah diterima dengan baik. Selain dari itu komunikator dalam menyampaikan berita harus memperhatikan dengan siapa dan kepada siapa ia berkomunikasi atau kepada siapa berita akan disampaikan. Dan penyampaian berita harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan pihak penerima.
Selanjutnya tanggung jawab dari penerima informasi/komunikan, antara lain: (a) berkonsentarasi pada pesan untuk mengerti dengan baik dan benar akan pesan yang diterima. (b) Memberikan umpan balik kepada pengirim untuk memastikan pembicaraan/pengirim bahwa pesan telah diterima dan dimengerti. Ini sangat penting terutama pada pesan yang dikirim secara lisan. Dengan diterimanya umpan balik dari pihak komunikan, maka akan terjadi komunikasi dua arah (two ways traffic atau two ways flow communication). Apabila antara pengirim berita dengan penerima berita mempunyai pengalaman yang sama, maka komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

D.   Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang berhasil mampu menjawab peluang dan bahkan memprediksi apa yang bakal terjadi di masa yang akan datang. Keberhasilan komunikasi mencerminkan adanya kecerdasan komunikasi. Kecerdasan komunikasi harus dilandasi oleh konsep AKAR. Dalam konsep AKAR[12], ada empat komponen penting yang akan membentuk kecerdasan komunikasi, yaitu: 1). Analisis kekuatan diri: yaitu dengan memahami karakter pribadi dan mengenal potensi internal. 2). Kontrol emosi: yaitu dengan mengendalikan perasaan dan suasana hati ketika sedang berkomunikasi. Kemampuan mengontrol emosi merupakan bagian penting dalam membentuk kecerdasan emosi (emotional quotient), 3). Aktif: yaitu dengan menampilkan kreativitas dan berpartisipasi dinamis dalam berbagai aktivitas. 4). Refreshing: yaitu dengan melakukan upaya pemulihan stamina agar kita tetap memiliki keseimbangan dalam menghadapi persoalan kehidupan. Ada tiga macam refreshing, yaitu: fisik (untuk kebugaran tubuh), mental (untuk kestabilan psikologis), dan iman (untuk membersihkan diri dari perbuatan dosa).
Dalam proses komunikasi yang cerdas senantiasa terjadi dialog, yang kemudian akan menghasilkan respons, baik dalam bentuk respons langsung (melalui dialog interaktif) maupun respons tertunda (dialog tidak langsung). Melalui dialog interaktif, aspirasi kedua belah pihak dapat disampaikan secara langsung, adil, dan proporsional, sehingga dicapai situasi di mana masing-masing pihak bisa saling memahami.
Jalaluddin Rakhmat mengutip pendapat Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss menunjukkan indikator komunikasi efektif, yaitu paling tidak menimbulkan lima hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan[13]. Berikut ini beberapa strategi komunikasi efektif yang dapat dikembangkan dalam proses komunikasi.
1.        Kembangkanlah iklim komunikasi yang interaktif dan dinamis dengan memberikan perhatian menyebar ke seluruh anggota organisasi secara proporsional, tidak difokuskan pada pegawai/unit tertentu: Berikanlah contoh yang baik dalam menyampaikan pesan, karena suatu saat perlakuan buruk yang diberikan pada orang lain akan berbalik pada diri kita sendiri, menjadi bumerang.
2.        Berusahalah untuk bersikap adil. Seorang pimpinan yang selalu mencemooh pegawai yang terlambat akan mendapat cemoohan dari para bawahannya tatkala suatu saat pimpinannya datang terlambat. Ocehan ketidakpuasan dan kekecewaan akan keluar dari emosi bawahan yang merasakan adanya ketidakadilan perlakuan.
3.        Kenalilah karakter dan potensi pegawai secara klasikal maupun individual. Misalnya menyangkut kemampuan intelektual, perilaku, wawasan, teman dekat atau kelompoknya, pengalaman, dan latar belakang keluarganya (sosial ekonomi, budaya, pendidikan).
4.        Tunjukkanlah sikap empati, tidak a priori. Empati adalah kecerdasan kita dalam menemukan persamaan yang dimiliki orang lain dengan diri kita[14].
5.        Laksanakanlah manajemen komunikasi secara fungsional. Buatlah rencana dan persiapan kerja dengan matang, yaitu: menyangkut penetapan tujuan, pemilihan media, perumusan pesan, dan strategi penyampaian. Organisasikan rencana tersebut secara profesional dan proporsional, kemudian laksanakan sesuai scenario, gunakan strategi yang mengarah pada problem solving method. Selanjutnya, lakukanlah pengawasan dengan bijak namun tegas, serta evaluasi yang transparan.

E.       Komunikasi dalam Konflik
Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi pendidikan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok guru dengan guru, guru dengan murid, guru dengan wali murid/ masyarakat, guru dengan Kepala Sekolah, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik merupakan situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi. Atau dengan kata lain konflik adalah  sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama[15].
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja[16].

a.      Jenis-Jenis Konflik dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu, berikut jenis-jenis konflik dalam sebuah organisasi:
1.        Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan.
2.        Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes).

b.      Aspek Positif dalam Konflik
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan, membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka, memberikan saluran baru untuk komunikasi, menumbuhkan semangat baru pada staf, memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi, menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi[17].

c.         Tekhnik atau Keahlian untuk Mengelola Konflik
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada konflik itu sendiri, karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya, keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik, pentingnya isu yang menimbulkan konflik, dan ketersediaan waktu dan tenaga.
Karenanya para ahli managemen menyimpulkan beberapa strategi dalam menghadapi konfilik, strategitersebut adalah:
1.        Menghindar. Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi.
2.        Mengakomodasi. Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3.        Kompetisi. Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4.        Kompromi atau Negosiasi. Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5.        Memecahkan Masalah atau Kolaborasi; Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama atau perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

IV.             PENUTUP: SEBUAH CONTOH KASUS
Ketika seorang guru sedang berada di kelas, salah tugas utamanya adalah mengajar berdasarkan skenario pembelajaran yang telah disusun guru, ditetapkan sejumlah kegiatan siswa dan guru untuk mencapai tujuan belajar, sesuai dengan lingkup materi pelajaran yang akan diajarkan. Misalnya, Kegiatan siswa: mencari informasi, mengamati berbagai fenomena bermasalah dalam kehidupan nyata, merumuskan masalah, berdiskusi dengan sesama siswa, mencari pemecahan masalah, melatih keterampilan tertentu, memberikan jawaban atas pertanyaan guru, mengerjakan tugas, mengajukan pertanyaan ataupun pendapat, dan menyimak penuturan guru. Kegiatan guru: merangsang rasa ingin tahu siswa, memberikan penjelasan, meluruskan argumentasi siswa, memperbaiki kekeliruan persepsi siswa, mendemonstrasikan keterampilan tertentu, memberi penugasan, menjawab pertanyaan siswa, mengajukan sejumlah pertanyaan, dan menyimak respons siswa.
Sehubungan dengan hal itu, di dalam skenario pembelajaran guru harus merancang strategi pembelajaran yang tepat, menyediakan media belajar yang diperlukan, menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan, dan menciptakan situasi yang mendukung bagi terselenggaranya proses interaksi belajar-mengajar. Dengan kata lain, selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, terjadilah proses komunikasi yang interaktif antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa.
Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas utama dalam kegiatan pembelajaran sesungguhnya adalah proses komunikasi, yaitu penyampaian pesan-pesan dari guru kepada siswa serta respons siswa atas berbagai stimulus yang diberikan guru. Atau bisa juga sebaliknya, yaitu siswa menyampaikan harapan dan keingintahuan tentang berbagai hal kepada guru, dan guru memberikan respons atas pertanyaan siswa. Di sini terjadilah interaksi timbal balik di antara kedua belah pihak. Isi pesan yang disampaikan dalam proses pembelajaran bisa berkenaan dengan substansi mata pelajaran, pesan moral untuk mengubah perilaku, bidang keterampilan yang menunjang kompetensi, nasihat-nasihat yang bersifat mendidik, harapan siswa, ilmu atau pengetahuan lainnya yang dapat membekali kecakapan hidup siswa, dan sebagainya.
Esensi keberhasilan guru mengajar dapat dilihat dari keberhasilan siswa belajar. Hal ini berarti bahwa proses belajar mengajar dinilai berhasil apabila siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru jangan hanya berusaha mengejar target kurikulum, tetapi juga harus memantau pencapaian tingkat penguasaan siswa atas setiap kompetensi yang diinginkan, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.  Oleh karena itu, alur komunikasi pembelajaran harus berlangsung multi arah, sehingga masing-masing pihak yang berkomunikasi dapat saling menilai atas keberhasilannya. Wallahu A’lam bis Shawab






















Share this article :

0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Popular Posts

Daftar Blog

Arsip Blog

Powered by Blogger.
 
Support : Privacy Policy
Copyright © 2013. FATKHUL ANWAR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger